Aku benar benar bingung kenapa lapangan bola dekat rumahku tidak ada.
Kami memutar mutar tempat itu berkali kali,tapi tak ada tanda bahwa itu daerah desaku.
"Sudahlah dimas,barangkali karena sudah tiga bulan dimas lupa jalannya,sebaiknya dimas ikut ke nagariku,nanti dimas bisa sambil mencari khabar tentang nagari dimas."
"Baiklah kangmas."Akhirnya aku menyanggupinya,meski aku merasa bingung tentang ia menyebut nagariku Malwapati.Bukankah ia orang jawa dan warga Negara Indonesia.Ah bingung.
"Dimas,mari kita menuju dusun di bawah bukit ini."
Kami menuruni bukit yang tidak terlalu tinggi,hingga sore sampai pada sebuah desa.
"Dimas,kita sebaiknya mencari tempat menginap malam ini,sambil menunggu besok mencari penjual kuda."
"Kuda,buat apa kangmas?"
"Bagaimana to dimas,kutaraja Malwapati itu jauh,apa mau berjalan,kalau naik kuda aja hampir dua hari dua malam?"
"Kenapa tidak naik bis atau kereta api saja kangmas,kita ke kota dulu?"
"Apa dimas,aku gak tahu maksudmu?"
Aku malah jadi bingung,kenapa kangmas Yudakarsa tidak tahu bis atau kereta api.
Kemudian kami memasuki sebuah desa.Aku heran kenapa penerangan jalan jalan desa terbuat dari obor dan bukan listrik,apakah ini desa di pedalaman?
"Kulanuwun."Kangmas Yudakarsa memberi salam kepada pemilik sebuah rumah.Kemudian mereka berbicara dalam bahasa jawa,rupanya Kangmas Yudakarsa ijin menginap di situ.
Semalam kami tidur di rumah penduduk,paginya kangmas mengajakku menuju rumah pak Jaya pekathik penjual kuda setelah diberitahu pemilik rumah tempat menginap.
"Punika pinten kisanak?Yudakarsa sambil menunjuk seekor kuda.
"Niku telung ringgit."jawab Jaya pekathik.
"Ringgit?"pikirku,apakah ini Malaysia.
Kangmas Yudakarsa kemudian mengeluarkan kantong dari balik stagen pengikat pinggangnya,aku tahu apakah itu mata uang Malaysia.
Ternyata bukan,tapi seperti uang recehan warna kuning.
"Kangmas apakah kabupaten Malwapati itu jauh,aku belum pernah mendengarnya dan di provinsi mana?"
"Dimas,Malwapati itu keraton dan bukan kadipaten."oh,,ini berikutnya