Seperti biasanya ia akan berada berlama lama di teras jika hari menjelang senja.
Kemudian ia melayangkan fikirannya seperti orang melamun dan tak menyadari keaadan sekitarnya.
"Hem,di mana mereka,Yanti,Ningsih,Tutik dan lainnya?"kenangnya dalam hati pada gadis gadis yang dulu seperti kupu kupu mengerubungi bunga.
Kemudian ia ingat Yuniarti."Ah,pujaan teman teman dan ha ha ha,kamu gak ada apa apanya Narto sama aku."hatinya terbahak teringat Yuniarti jadi rebutan anta dia dan Narto.
Kemudian ia jadi pemenangnya dan berhasil menodai kehormatan Yuniar.
"He he he,kamu dapat sisaku Narto."tawa hatinya membuncah ketika ia ingat Yuniar kemudian menikah dengan Narto.
Pada saat berikutnya menjerit hatinya,ia menyadari atas kekeliruannya memuja kemauan mudannya.
Ia meneteskan airmata mengingat lagi peristiwa tentang wanita wanita yang jadi kenangannya.
Ketika ia sukses dalam karier kemudian menikah dengan Surini wanita cantik sekretarisnya yang ia ambil kegadisannya lebih dulu sebelum menikah.
Dalam rumah tangganya dikaruniai seorang anak laki laki.
Pada saat ia dalam puncak datang Warinah sebagai pembantu rumah tangga.
Gadis desa yang kemudian ia jadikan pelampiasan lelakinya.
Warinah hamil,jika saja Surini istrinya tak berbesar hati hancurlah kejayaannya.
Surini mengijinkan nya menikah siri dengan Warinah yang sampai kini tetap jadi pembantunya yang tak pernah ia sentuh lagi sebagai istri karena gengsinya.
Warinah melahirkan kemudian anaknya dititipkan kepada orangtuanya di desa.
Airmatanya menetes mengingat ia telah membuat Warinah tak mengenal lelaki selain dia dan menyia nyiakannya."Tentu anak itu sudah besar,seperti apa dia."angannya menerawang.
Kemudian ia ingat ingat anaknya yang dari Surini,kini tinggal di Amerika,jarang ia jumpa dengannya.
Airmatanya makin deras ketika tiba tiba:"Bapak ada apa menangis?"sapaan lembut Warinah yang kemudian mengelus rambutnya seperti anak kecil.
Tangisnya makin menjadi menyadari Warinah amat menyayanginya.
Ia ingin menjawab sapaan Warinah dan ingin memeluk wanita itu,tapi tidak bisa.
"Sudahlah bapak,mari masuk rumah,sudah sore."kemudian Warinah mendorong kursi rodanya.
Sebelum sampai pintu ia sempat menoleh matahari yang hampir tenggelam.
"Uh,itulah aku,Kuncoro yang hebat yang kini duduk dikursi roda karena stroke,seperti matahari yang hampir tenggelam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih kunjungannya,dan silahkan tinggalkan pesan sebagai saran pada blog sederhana ini salam persahabatan dari cerpen dunia maya