***Jasman tidak bisa menjawab pertanyaan pak Wongso,ia hanya menunduk dengan muka sedih dan bingung.
"Ya sudah le,besok simbok nemui biyungmu."simbok keluar dari sentong.
Esok paginya simbok Tum menemui biyung Sumi yang rumah dekat,satu rt.
"Yu,piye kok ada lakon seperti ini?"simbok Tum membuka pembicaraan.
"Anakmu memang susah diatur!"jawab biyung Sumi dengan sewot.
"Yu,ngene lho,memang Marni anake orang ndak punya,seperti dapur saya ini."simbok Tum menyahut dengan jengkel tanpa dinampakkan.
"Dulu waktu biyung melamar,sudah tahu dan aku ndak nutup nutupi kalau keluargaku ya begini ini."
Biyung Sumi diam.
"Dulu Jasman juga sanggup mencarikan biaya bila Marni ada kesempatan ndaftar guru,malah bocah mau sukuan saja dilarang,yang dulu suruh berhenti."berondong Mbok Tum.
"Kalau biyung Sumi nggak sanggup ngopeni menantu biar Marni pulang saja,aku masih sanggup ngopeni anakku dan cucuku."
Biyung Sumi tak menjawab apapun,hingga akhirnya mbok Tum pamit pulang.
Marni memang kemudian menetap dirumah orangtuanya,sedang Jasman seperti orang bingung.
Ia tetap hormat kepada orangtuanya.
Jika siang ia mengerjakan sawahnya dan pulang dirumahnya kadang di rumah Marni.Tetapi ia sebenarnya amat kecewa dengan sikap orangtuanya.
Jika tak ada sesuatu yang penting tentang orangtuanya,ia akan berada di rumah tetanggannya makan maupun tidur.Di rumah Sarwaji ia sering berada.
Sarwaji dulu anak pungut mbok Sumi,jadi Jasman memanggilnya kang,tetapi Sarwaji tidak kerasan dengan sikap biyung Sumi.Bahkan kelima saudara Jasman tidak ada yang tinggal di rumah,mereka sejak muda meninggalkan rumah karena tak tahan dengan sikap biyungnya.Mereka Merantau.
"Buk,bapak meninggal ayo kamu kesana."suatu pagi Jasman menemui Marni.(sambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih kunjungannya,dan silahkan tinggalkan pesan sebagai saran pada blog sederhana ini salam persahabatan dari cerpen dunia maya